CONTOH ARTIKEL MEDEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING
—
Selasa, 04 September 2018
—
Add Comment
MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING (PENEMUAN)
ARTIKEL
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah model-model
pembelajaran Bahasa dansastra Indonesia
Dosen
: Neneng Sri wulan, M.Pd.
Di
susun Oleh:
Kelompok 5/ 3A PGSD
Linda fitriani (1306182)
Intan Mutiara Dewi (1301136)
Yuli Andriyani (1307099)
Ibrohim (1302030)
Rahmawati (1305959)
Anggun oktaviyani (1305608)
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN INDONESIA
2016
ANALISIS MODEL PEMBELAJARAN
PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING) PADA PEMBELAJARAN
ABSTRAK
Berdasarkan pengamatan peneliti mengenai
pendidik dan calon pendidik, ditemukan bahwa banyak sekali pendidik dan calon
pendidik yang masih belum memahami bahkan belum bisa membedakan mana yang
disebut sebagai model pembelajaran atau bukan model pembelajaran. Terutama
sejak diberlakukannya kurikulum 2013 banyak memperkenalkan model-model
pembelajaran baru yang proses pembelajarannya berpusat pada siswa (student oriented) salah satunya yaitu discovery learning. Oleh sebab itu dalam
artikel ini memaparkan hasil analisis terhadap karakteristik model pembelajaran
pada discovery learning menurut Joyce
dan Weil (1980 : 3) serta
aplikasi discovery learning dalam pembelajaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan
penelitian kualitatif dengan teknik studi pustaka dan peneliti sendirilah yang
menjadi instrumen penelitiannya. Setelah peneliti melakukan analisis
karakteristik model pembelajaran menurut Joyce dan Weil (1980 :
3) mengenai discovery learning dapat disimpulkan
hasilnya bahwa discovery learning
merupakan sebuah model pembelajaran karena telah memenuhi karakteristik
model-model pembelajaran yang ditentukan oleh Joyce dan Weil (1980 : 3).
Kata
kunci : discovery learning, model
pembelajaran.
ABSTRACT
Based on the observations of researchers regarding
educators and prospective educators, it was found that a great many educators
and prospective educators still do not understand can not even tell which is
referred to as a model for learning or not. Especially since the implementation
of the curriculum in 2013, it’s introduce many new models of learning that a
student-centered learning process (student oriented) one of which is discovery
learning. Therefore, in this article describes the results of an analysis of
the characteristics of the learning model on discovery learning by Joyce and
Weil (1980: 3) and the application discovery learning. This study used a
qualitative research approach to the engineering literature and the researcher
herself who is the research instrument. Once the researchers analyzing the
characteristics of the learning model according to Joyce and Weil (1980: 3) on
discovery learning can be summed up the results that discovery learning is a
learning model because it has met the characteristics of learning models
specified by Joyce and Weil (1980: 3).
Keywords: Discovery learning, Learning model
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan pembelajaran yang mengembangkan tiga
aspek penting yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Mengingat pentingnya Pendidikan yang
bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan kehidupan manusia yang seutuhnya, maka dari itu dalam dunia pendidikan diperlukan usaha-usaha pendidik dan stakeholder untuk merancang pembelajaran
agar menjadi lebih menarik dan dapat mencapai tujuan pendidikan.
Proses pembelajaran
yang dilakukan guru di kelas pada umumnya hanya berpusat pada guru (teacher
centered). Pada saat mengajar guru tidak menggunakan model pembelajaran yang
inovatif, interaktif, dan menyenangkan. Hal tersebut membuat siswa tidak
tertarik pada pembelajaran yang dilakukan. Sebaiknya, pembelajaran yang
dilakukan menggunakan model pembelajaran yang inovatif, interaktif, dan
menyenangkan, sehingga dapat menarik perhatian siswa dalam proses pembelajaran.
Model pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran dapat
melibatkan siswa secara aktif, tidak berpusat pada guru.
Dengan adanya
kurikulum baru tahun 2013 yang menuntut siswa untuk berpikir kritis, kreatif
dan berwawasan ilmiah, maka diperlukan model pembelajaran yang kreatif, inovatif,
dan menyenangkan.Adanya tuntutan dalam kurikulum 2013 seperti itu banyak para
pendidik yang kurang paham mengenai sebuah model pembelajaran dengan metode
pembelajaran, sehingga banyak pendidik yang salah mengaplikasikan kedua istilah
terebut dalam pembelajaran. Kesalahan pengaplikasian kedua istilah terebut
dalam pembelajaran akan mempengaruhi proses pembelajaran sehingga akan
mengganggu ketercapaian tujuan belajar. Dalam kurikulum 2013 lebih menekankan
proses pembelajaran secara ilmiah dengan cara siswa dituntut untuk menjadi
seperti seorang peneliti dengan metode-metode ilmiah seperti aktifitas
pengumpulan data melalui observasi atau eksperimen, mengolah informasi atau
data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.
Untuk menciptakan
pembelajaran yang demikian dapat digunakan model yang tepat pula salah satunya
model pembelajaran berbasis penemuan (discovery learning) melalui
kegiatan-kegiatan berbentuk tugas (project based learning) yang mencakup proses
mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengomunikasikan.
Model pembelajaran
berbasis penemuan atau discovery learning adalah model mengajar yang mengatur
pengajaran sedemian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya
belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuannya, namun ditemukan sendiri (Cahyo,
2013:100). Dalam pembelajaran discovery (penemuan), kegiatan atau pembelajaran
yang dirancang sedemikian rupa, sehingga siswa dpat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, melalui proses
mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan,
menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya
untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.
Discovery merupakan
proses yang menjadikan siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip.
Proses yang dimaksud antara lain : mengamati, mencerna, mengerti,
menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat
kesimpulan, dan sebagainya. Dengan teknik tersebut, siswa dibiarkan menemukan
sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan
memberikan intruksi.
Penerapan model Discovery Learning terdiri dari 6
tahapan dalam proses pembelajaran yaitu Stimulation
(stimulasi atau pemberian rangsangan), Problem
statement (pernyataan atau identifikasi masalah), Data collection (pengumpulan data), Data processing (pengolahan data), Verification (pembuktian), Generalization
(menarik kesimpulan). Dengan demikian pembelajaran yang selama ini dilakukan
yang pada umumnya berpusat pada guru menjadi berpusat kepada siswa yang
berbasis penemuan melalui 6 tahapan dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan rumusan
masalah yang telah dijelaskan tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan model pembelajaran discovery learning,
mengetahui analisis model pembelajaran discovery learning menurut Bruce Joice
dan John Lie, untuk mengetahui bagaimana aplikasi model pembelajaran discovery
learning dalam pembelajaran bahasa indonesia.
METODE
PENELITIAN
Pada penelitian ini
peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain penelitian menggunakan
desain penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif digunakan untuk membangun
fenomena yang ada dengan memberi gambaran secara eksplisit. Penelitian deskriptif dapat juga dipakai untuk mengukur frekuensi, contohnya, mengukur frekuensi munculnya bentuk sintaktik tertentu dalam ujaran bahasa kedua pada beberapa tahap pengembangan.
Teknik pengumpulan
data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu teknik study pustaka. Studi
kepustakaan merupakan suatu teknik
pengumpulan data dengan menghimpun dan
menganalisis
dokumen-dokumen,baik
dokumen tertulis, gambar maupun
elektronik. Study kepustakaan terbagi menjadi 2 yaitu: dokumen tertulis
dan media elektronik. Yang termasuk kedalam dokumen tertulis yaitu seperti:
buku, majalah, kamus, jurnal, artikel sedangkan yan termasuk kedalam media
elektronik yaitu anime, drama dan internet.
Instrumen utama
dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang menganalisis model
pembelajaran discovery learning berdasarkan karakteristik model-model
pembelajaran yang telah dikemukakan oleh Bruce Joice dan John Lie.
PEMBAHASAN
A. DISCOVERY
LEARNING
Metode pembelajaran berbasis penemuan
atau discovery learning adalah metode
mengajar yang mengatur pengajaran sedemian rupa sehingga anak memperoleh
pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuannya,
namun ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery
(penemuan),
kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa, sehingga siswa dpat
menemukan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip, melalui roses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa
melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik
kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.
Metode discovery diartikan sebagai
prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, memanipulasi objek
sebelum sampai pada generalisasi. Makanya,
anak harus berperan aktif didalam belajar. Peran aktif anak belajar ini
diterapkan melalui
cara penemuan. Discovery yang
dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya diarahkan untuk menemukan suatu
konsep atau prinsip. Discovery
merupakan proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau
prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti,
menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan
dan sebagainya.
Dengan teknik tersebut siswa dibiarkan
menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing
dan memberikan instruksi. Dengan demikian, pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam
proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca
sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri. Metode discovery learning sebagai sebuah teori
belajar dapat didefinisikan sebagai belajar yang trejadi bila pelajar tidak
disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan untuk
mengorganisasi sendiri.
Sebagai sebuah model pembelajaran, discovery learning mempunyai prinsip
yang sama
dengan inquiry dan problem solving. Tidak ada
perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada discovery
learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya
tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery
masalah yang di hadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh
guru. sedangkan pada inquiry masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus
mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan
didalam masalah itu melalui proses penelitian. Sedangkan problem solving
sendiri pada tahap ini berposisi sebagai pemberi tekanan pada kemampuan
menyelesaikan masalah.
a.
Tujuan
Pembelajaran Discovery Learning
Menurut Bell (1978), beberapa tujuan spesifik dari
pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut :
1)
Dalam
penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam
pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi banyak siswa dalam
pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
2)
Melalui
pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi
konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (ekstrapolate) informasi
tambahan yang diberikan.
3)
Siswa
juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunkan
tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.
4)
Pembelajaran
dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling
membagi informasi serta mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain.
5)
Terdapat
beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan, konsep-konsep
dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.
6)
Keterampilan
yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih
mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar
yang baru.
b. Teori
Kategorisasi dalam
Metode Discovery Learning.
Metode
discovery learning merupakan pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep,
yang dapat memungknkan terjadinya generalisasi.Sebagaimana teori Bruner tentang
kategorisasi yang tampak dalam discovery, bahwa sebenarnya discovery adalah
pembentukan kategori-kategori, atau lebih sering disebut sistem-sistem coding
dirumuskan demikian dalam artian relasi-relasi (similaritas & difference)
yang terjadi di antara objek-objek dan kejadian-kejadian (event).
Bruner
dalam Budiningsih (2005) memandang bahwa suatu konsep atau kategorisasi
memiliki lima unsur, dan siswa dikatakan memahami suatu konsep apabila
mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi:
1)
Nama.
2)
Contoh-contoh baik yang positif maupun
yang negatif.
3)
Karakteristik, baik yang pokok maupun
yang tidak.
4)
Rentangan karakteristik.
5)
Kaidah.
Dalam
sumber yang sama Bener menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan kegiatan
mengkategorikan yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula.
Seluruh kegiatan mengkategorikan meliputi mengidentifikasi dan menempatkan
contoh-contoh objek (objek-objek atau peristwa-peristiwa) ke dalam kelas
menggunakan dasar kriteria tertentu.Dalam pemahaman konsep, konsep-konsep sudah
ada sebelumnya.Sedangkan dalam pembentukan konsep adalah sebaliknya, yaitu
tindakan untuk membentuk ktegori-kategori baru.Inilah kegiatan merupakan
tindakan penemuan konsep.
Ada
empat dasar untuk mendefinisikan perkataan yang menunjukan konsep yaitu
berdasarkan :
1) Sifat-sifat
yang dapat diukur atau dapat diamati.
2) Sinonim,
antonim dan makna semantik lain.
3) Hubungan-hubungan
logis dan aksioma/definisi dari sudut ini tidak secara langsung menunjuk
sifat-sifat tertentu.
4) Manfaat
atau gunanya.
c. Lingkungan belajar dalam dalam metode
discoveri learning
Di dalam proses belajar, Bruner
mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya
perbedaan kemampuan. Sebagaimana dikutip dari slameto (2003), untuk menunjang
proses belajar, lingkungan perlu memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap
eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan discovery learning environment, yaitu
lingkungan di mana siswa dapat melakukan ksplorasi, penemuan-penemuan baru yang
belum di kenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah di ketahui.
Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan
dengan baik dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses belajar
yang baik dan kreatif harus berdasarkan manipulasi bahan pelajaran sesuai
dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Hal ini sama dengan pendapat
Bruner, bahwa manipulasi bahan pelajaran bertujauan untuk memfasilitasi
kemampuan siswa dalam berpikir (mempresentasikan apa yang dipahami) sesuai
dengan tingkat perkembanganny. Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang
terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lebih tepatnya
menggambarkan lingkungan, yaitu : enactive, iconic, dan symbolic (budiningsih,
2005).
1) Tahap
enactive, seseorang melakukan
aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya,
dalam memahami dunia sekitarnya, anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui
giggitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
2) Tahap
iconic, seseorang memahami
objek-objek atau dunianya melalui gambar-gamabar dan visualisasi verbal. Maksudnya,
dalam memahami dunia sekitarnya, anak belajar melalui bentuk perumpamaan
(tampil) dan perbandingan (komparasi).
3) Tahap
symbolic, seseorang telah mampu
memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya, anak
belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.
Secara
sederhana, teori perkembangan dalam fase enactive, iconic dan symbolic adalah
anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau ke
belakang di apapan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temanya
bermain) ini fase enactive. Kemudian, pada fase oconic, ia menjelaskan
keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan
prinsip keseimbangan ini fase symbolic
Kelebihan
Dan Kelemahan Metode Discovery Learning
a. Kelebihan
Metode Discovery Learning
Mnurut Brunner
dalam Budiningsih (2005), pendekatan discovery mempunyai empat keuntungan,
yaitu: kode-kode generik (general) memfasilitasi transfer dan retensi.
Konsisten pula dengan hal ini ialah bahwa discovery memfasilitasi transfer dan
memory (ingatan).tranferabilitas yang telah berkembang menampak dalam apa yang
disebut oleh Bruner sebagai intellectual potency.
Dua keuntungan
lainnya berkaitan dengan abilitas problem solving (pemecahan masalah) dan
motivasi. Bruner menandaskab bahwa makin sering digunakan metode-metode
discovery makin mebawa seorang pelajar untuk menguasai keterampilan dalam
pemecahan masalah (problem solving)
menurut terminolgy Bruner, pelajar menguasai heuristic of discovery.
Dalam artikel
The Act Of Discovery, Bruber menyebutkan ada beberapa keuntungan jika suatu
bahan dari suatu mata pelajaran disampaiakan dengan menerapkan
pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada discovery learning, yaitu (Bruner,
J. 1969):
1)
adanya
suatu kenaikan dalam potensi intelektual.
2)
Ganjaran
instrinsik lebih ditekankan dari pada ekstrinsik.
3)
Murid
mempelajari bagaimana menemukan berarti murid itu menguasai metode discovery
learning
4)
Murid
lebih senang mengingat-ingat materi.
Selain keuntungan yang dijelaskan
Bruner tersebut, Ausubel&Robinson (1969) juga mengemukakan
keuntungan-keuntungan dari penerapan metode discovery:
1)
Discovery
mempunyai keuntungan dapat menstransmisikan suatu konten mata pelajaran pada
tahap operasi-operasi konkret. Terwujudnya hal ini bila pelajar mempunyai
segudang informasi sehingga ia dapat secara mudah menghubungkan konten baru
yang disajikan dalam bentuk expository.
2)
Discovery dapat
dipergunakan untuk mengetes meaning-fulness
(keberartian) belajar. Tes yang dimaksudkan hendaklah mengandung pertanyaan
kepada pelajar untuk menggenerasi hal-hal (misalnya konsep-konsep) untuk
diaplikasikannya.
3)
Belajar
discovery perlu dalam pemecahan
problem jika diharapkan murid-murid mendemonstrasikan apakah mereka telah
memahami metode-metode pemecahan problem yang telah mereka pelajari.
4)
Transfer
dapat ditingkatkan bila generalisasi-generalisasi telah ditemukan oleh pelajarr
darp pada bila diberikan kepadanya dalam bentuk final.
5)
Penggunaan
discovery mungkin mempunyai efek-efek
superior dalam menciptakan motivasi bagi pelajar. Hal ini dikarenakan belajar
discovery sangat dihargai oleh masyarakat kontemporer.
b. Kelemahan
Metode Discovery Learning
Materi Ausubel memberi beberapa
kelebihan dalam model discovery, ia juga memberi beberapa kelemahan dari model
ini. Menurutnya, pada kenyataanya setiap alternatif yang menjadi teori tersebut
tak efektif baik waktu, biaya, dan keuntungan-keuntungan bagi pelajar.
Sesungguhnya hanya sedikit sekolah-sekolah yang mengembangkan belajar discovery
pada siswa. Hal ini karena bukan hanya membutuhkan waktu lama, melainkan
siswa-siswa kurang memiliki kemampuan dalam mengikuti metode discovery yang
justru membutuhkan penguasaan informasi yang lebih cepat, dan tidak diberikan
dalam bentuk final.
B. ANALISIS
Berdasarkan pemaparan mengenai rumusan model pembelajaran
menurut Bruce Joice dan Marsha Weil, dan penjabaran mengenai model pembelajaran
discovery learning yang telah
dihimpun dari beberapa sumber. Maka model pembelajaran discovery learning
memiliki konsep-konep sebagai berikut:
a. Orientasi
model
Model pembelajaran discovery
based learning berorientasi pada siswa yang menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip,
melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan,
menggolongkan, membuat dugaan,
menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep. Prinsip belajar yang tampak jelas dari model
pembelajaran ini adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak
disampaikan dalam bentuk final melainkan melalui proses yang aktif.
Model discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan,
memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Maka dari itu anak harus berperan aktif didalam proses pembelajaran.
b. Model
mengajar
1. Sintaksis
Model ini memiliki beberapa fase yaitu: (1).Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan); (2).Problem statement (pernyataan / identifikasi masalah); (3).Data collection (pengumpulan data); (4).Data processing (pengolahan data); (5).Verification (pembuktian); (6).Generalitation (menarik kesimpulan/generalisasi)
Model pembelajaran discovery
learning ini menempuh enam strategi pembelajaran yaitu sebagai berikut:
·
Stimulation (stimulasi/pemberianrangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu
yang menimbulkan kebingungannya dan timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.
Guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan,
anjuran membaca buku, dan aktifitas belajar lainnya
yang mengarah pada periapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar
yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dengan demikian seorang
guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi
stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai.
·
Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Setelah dilakukan
stimulation guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah
yang relevan, kemudian dengan bahan pelajaran salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis
(jawaban sementara atas pertanyaan masalah)
·
Data collection (pengumpulan data)
Pada saat peserta didik melakukan eksperimen atau eksplorasi,
guru member kesempatan kepada para siswa untuk melakukan informasi sebanyak-banyaknya
yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.
Data dapat diperoleh melalui membaca literatur,
mengamati objek, wawancara dengan narasumber,
melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
·
Data processing (pengolahan data)
Menurut Syah (2004:244)
pengolahan data merupakan kegiatan mengolah
data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara,
observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Pada tahap ini berfungsi
sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Siswa akan mendapatkan pengetahuan
baru tentang alternatif jawaban/penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian
secara logis.
·
Verification (pembuktian)
Pada tahap ini siswa dilakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis
yang telah ditetapkan, dihubungkan dengan hasil
data processing. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran,
atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis
yang telah dirumuskan terlebih dahulu itu kemudian dicek,
apakah terjawab atau tidak,
apakah terbukti atau tidak.
·
Generalitation (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah
proses menarik sebuah kesimpulan yang
dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah
yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.
Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip
yang mendasari generalisasi.
2. Sistem
sosial
Model discovery ini lebih menekankan pada pembelajaran mandiri yaitu
siswa, karena model discovery ini diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan,
memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Maka, anak harus berperan aktif dalam pembelajaran. Peran aktif anak dalam
belajar ini diterapkan melalui cara penemuan. Guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.
Namun pada tingkat sekolah dasar masih menggunakan model
pembelajaran discovery terpimpin atau terbimbing.
3. Prinsip-prinsip
reaksi
Reaksi dari guru lebih dibutuhkan pada Fase kesatu,
kedua, ketiga dan keempat.
Tugas guru pada fase kesatu adalah guru dapat memulai
kegiatan poses belajar mengajar dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca
buku, dan kegiatan belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan
masalah.Fase kedua adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan
bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk
hipotesis. Fase ketiga dan ke empat adalah guru juga memberi kesempatan kepada
para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.
4. Sistem
penunjang
Faktor penunjang yang secara tidak langsung memberikan dampak positif bagi keberhasilan
proses belajar dengan menggunakan model discovery ini adalah keterampilan guru
dalam merekayasa masalah dan kemampuan siswa dalam mengidentifikasi apa yang
ingin diketahui, mencari informasi kemudian membentuk pemahaman sendiri.
c. Penerapan
Model discovery
learning tidak hanya sesuai bagi pelajaran-pelajaran eksakta seperti ilmu
pengetahuan alam, mate-matika, fisika dll namun dapat dilaksanakan dan
diterapkan pada semua mata pelajaran. Model ini juga dapat dilaksanakan pada
semua tingkatan kelas dari sekolah dasar hingga tingkat yang yang lebih tinggi,
namun untuk di sekolah dasar lebih dianjurkan untuk menggunakan model discovery
terpimpin atau terbimbing oleh guru.
C. APLIKASI
Jika ingin mengaplikasikan model belajar discovery
learning ini, setidaknya dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama yang harus
dilakukan adalah mempersiapkan aplikasi tersebut dan tahap kedua memperhatikan
prosedur aplikasinya.
1.
Tahap
Persiapan dalam Aplikasi Model discovery Learning
Dalam rangka mengaplikasikan metode dicovery learning di
dalam kelas, seorang guru bidang studi harus melakukan beberapa persiapan
terlebih dahulu. Berikut ini tahap perencanaan menurut Bruner (1969):
a.
Menentuka
tujuan pembelajaran.
b.
Menentukan
identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan
sebagainya.
c.
Memilih
materi pelajaran.
d.
Menentukan
topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh
generalisasi).
e.
Mengembangkan
bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya
untuk dipelajari siswa.
f.
Mengatur
topik-topik pelajarandari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke
abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
g.
Melakukan
penilaian proses dan hasil belajar siswa.
2.
Prosedur
Aplikasi Discovery Learning
Menurut syah (2004), dalam mengaplikasikan model
discovery learning di dalam kelas, tahapan atau prosedur yang harus
dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum adalah sebagai
berikut:
a.
Stimulation
(Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Pertam-tama, pelajar dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Pada tahap ini,
guru bertanya dengan mengajukan persoalan atu menyuru anak didik membaca atau
mendengarkan uraian yang memuat
permasalan. Stimulation pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi
interaksi untuk belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa
mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini, Bruner memberikan stimution menggunakan
teknik bertanya, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat
menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi.
b.
Problem
Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah).
Setelah dilakukan stimulation, langkah selanjutnya adalah
guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentiikas sebanyak mungkin
agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran. Kemudian, salah
satunya diplih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah).
c.
Data
Collection (Pengumpulan Data).
Ketika ekplorasi berlangsung, guru juga memberi
kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya
yang relevan untuk menentukan benar atu tidaknya hipotesis. Tahap ini berfungsi
untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar atu tidaknya suatu hipotesis.
Dengan demikian, anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collect)
sebagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara
dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya.
d.
Data
Processing (Pengolahan Data).
Data processing merupakan kegiatan menolah data dan
informasi yang telah diproleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan
sebagainya, lalu ditafsirkan. Data processing disebut juga dengan coding atau
pengkodean/kategoisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan
generalisasi. Dari generalisasi tersebut, siswa akan mendapatkan pengetahuan
baru tantang alternatif jawaban/penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian
secara logis.
e.
Verification
(pentahkikan/pembuktian).
Menurut Bruner verification bertujuan agar proses belajar
akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman elalui
contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupnnya.
f.
Generalization
(Menarik Kesimpulan/Generalisasi).
Tahap Generalization menarik kesimpulan adalah proses
menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
semua kejadian atau masalah yang sama, tentu saja dengan memperhatikan hasil
verifikasi. Dengan kata lain, tahap ini berdasarkan hasil verifikasi tadi anak
didik belajar menarik kesimpuan atau generalisasi tertentu. Akhirnya, siswa
dapat merumuskan suatu kesimpulan dengan kata-kata/tulisan tentang
prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.
Dengan demikian, seorang guru dalam mengaplikasikan model
discovery learning harus dapat menempatkan siswa dalam kesempatan-kesempatan dalam
belajar lebih mandiri. Bruner sebagaimana dikutip budiningsih (2005) mengatakan
hwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori aturan atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang anak jumpai dalam kehidupannya.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini yaitu
discovery learning merupakan sebuah model pembelajaran, karena telah memenuhi karakteristik
model yang harus ada sebagai unsure pada setiap model mengajarmenurut Joyce dan
Weil (1980 : 3),yaitu 1) orientation to the model (orientasi model); 2) the
model of teaching (model mengajar); 3) application(penerapan); dan
4)instructional and nurturant effect (dampak intruksional dan penyerta).Dalammengaplikasikan model discovery learning di dalam kelas
ada beberpa tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan
belajar mengajar supaya proses pembelajaran dapat mencapai tujuan yang
diharapkan.
Dari kesimpulan di atas, maka peneliti mengajukan
beberapa saran agar menggunakan modeldiscovery learning karena model
pembelajaran discovery learning sangat sesuai dengan tuntutan yang ada pada
kurikulum 2013 yaitu mengutamakan
keefektifan, variatif dan menyenangkan dalam proses pembelajaran. Agar hasil
belajar maksimal dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Penggunaan model yang
sesuai dengan materi pembelajaran dapat metingkatkan pembelajaran agar dapat
lebih aktif dan supaya serta dapat mencapai tujuan pembelajaran.
Daftar Pustaka
MATERI PELATIHAN
IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013. (2014). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Cahyo,
A. N. (2013). Panduan
AplikasiTeori-Teori Belajar Mengajar Teraktual dan terpopuler.
Jogjakarta: DIVA Press.
Penerapan model discovery
learning sebagai upaya meningkatkan kemampuan menulis teks cerita petualangan
siswa kelas iv sekolah. [online]. tersedia: http.ejournal.unesa.ac.idindex.phpjurnal-penelitian-pgsdarticleview1066013922. 22-02-2016.
Model pembelajaran penemuan. 2013. [online]. Tersedia: https://docs.google.com/document/d/1lY3rKYKB785ddheIO8PzspODRmSpECOnXLnbC1e3VGo/edit?pli=1. 29-02-2016.
SKENARIO
PEMBELAJARAN
DISCOVERY LEARNING
Satuan Pendidikan :
SDN Serang 2
Kelas
/ semester : IV / 1
Mata Pelajaran :
Bahasa Indonesia
Tema/Sub
Tema : Pahlawanku/Pahlawanku Kebanggaanku/2
Materi :
Pahlawan Diponogoro
Alokasi waktu :
1 x 70 menit
A.
Kompetensi Dasar:
3.1 Menggali informasi dari teks laporan hasil pengamatan tentang gaya, gerak, energi panas, bunyi, dan
cahaya dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa indonesia lisan dan tulis
dengan memilih dan memilah kosakata baru.
4.1 Mengamati, mengolah, dan menyajikan teks laporan hasil pengamatan tentang gaya, gerak, energi panas, bunyi dan cahaya dengan bahasa indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baru.
Indikator:
3.1Menuliskan pikiran pokok
dari paragraf yang dibaca
4.1Menceritakan kembali berdasarkan pikiran pokok yang dibuat
B.
Tujuan Pembelajaran
1.
Setelah membaca
teks, siswa mampu menuliskan pikiran pokok
dari tiap paragraf yang dibaca dengan benar.
2.
Setelah membaca
teks, siswa mampu menuliskan kembali teks “asam jawa” dengan runtut.
C.
Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan
|
Deskripsi Kegiatan
|
Alokasi
Waktu
|
Pendahuluan
|
1. Membuka pelajaran dengan menyapa peserta didik dan menanyakan kabar mereka.
2. Mengajak semua siswa berdo’a menurut
agama dan keyakinan masing-masing.
3. Melakukan apersepsi sebagai awal komunikasi guru sebelum melaksanakan pembelajaran inti.
4. Memberi motivasi kepada peserta didik
agar semangat dalam mengikuti pembelajaran yang akan dilaksanakan.
5. Peserta didik mendengarkan penjelasan dari guru kegiatan yang akan dilakukan hari ini dan apa tujuan yang akan dicapai dari kegiatan tersebut dengan bahasa
yang sederhana dan dapat dipahami.
|
|
Inti
|
1.
Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Guru memberikan rangsangan kepada siswa dengan mengingat kembali tentang pahlawan nasional. kemudian, guru membagikan selembar kertas kepada semua siswa mengenai gambar pangeran diponegoro dan membaca teks dibuku siswa.
2.
Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)
Guru bertanya kepada siswa mengenai gambar pangeran diponegoro dan memberikan kesempatan siswa untuk bertanya. Siswa menulis hal-hal yang ingin ditanyakan mengenai gambar tersebut.
3.
Data Collection (Pengumpulan Data)
Setelah siswa menulis pertanyaan kemudian siswa mencari informasi lain dengan berdiskusi dengan teman lainnya. Setelah berdiskusi, siswa menulis pokok pikiran dari paragraf yang dibacanya.
4.
Verification (pembuktian)
pada tahap ini, siswa mendiskusikan dan menyimpulkan hasil analisis gambar.
5.
Generalization (Menarik Kesimpulan)
pada tahap ini siswa menyimpulkan atau mengkomunikasikan hasil analisis gambar kepada guru dan teman-temannya didepan kelas. Guru dan teman lainnya memberi tanggapan atau komentar. |
|
Penutup
|
1.
Guru dan sisw amenyimpulkan pembelajaran mengenai gambar pangeran diponegoro.
2.
Siswa melakukan refleksi terhadap apa yang
dilakukan selama pembelajaran berlangsung
3.
Guru dan siswa merencanakan pembelajaran untuk pertemuan selanjutnya
4.
Guru dan siswa menutup pembelajaran dengan berdoa.
|
0 Response to "CONTOH ARTIKEL MEDEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING "